Selasa, 22 November 2016

Masyarakat Malam Solo "masih" Apatis




    Apatis atau kita sering menyebutnya sikap acuh tak acuh atau bahkan kita sering jumpai dalam lingkungan kita sehari-hari. Sifat inilah yang harus kita hindari jika ingin menjadi masyarakat yang majemuk atau menjadi masyarakat yang bertoleransi.  Terlepas dari itu semua sifat “apatis” juga sering saya jumpai di lingkungan tempat tinggal saya yaitu di Kota Solo yang saya cintai. Dan disini saya akan sedikit bercerita tentang exsperimen saya ketika saya melakukan study tentang bab ini.

    Waktu itu menunjukan pukul 1 pagi setelah saya pulang nongkrong di salah satu mall di daerah Solo Baru saya mengalami kejadian yang paling saya benci, hehehe. Dalam perjalanan pulang saya menuju daerah Mojosongo tiba-tiba motor saya mengalami trouble pada mesinnya. Pertama saya mencoba tenang menghadapi musibah yang amat membuat tegang ini, saya mencoba mengecek kondisi busi dan karburasi tapi hasilnya nihil.

    Dan akhirnya dengan keputusan dan semangat yang bulat saya mencoba mendorong motor sambil berharap ada orang yang berhati malaikat yang sudi menolong saya, tapi apa yang saya dan Risma sahabatku (motor tua itu aku beri nama Risma) yang di dapat  ???? NIHILLLLL. Pertama saya mendorong motor melewati depan POLSEK Banjarsari berharap ada polisi yang pernah menilang saya dulu merasa kasihan dan iba sehingga menolong saya tapi keadaan sepilah yang saya dapat.

    Sebetulnya dari awal saya mendorong motor juga lumayan banyak orang berseliweran hilir mudik dengan rasah acuh tak mempedulikan orang lain. Baru sampai di daerah Pasar Legi ada bebreapa tukang parker yang bertanya tentang keadaan saya dan sahabat saya itu. Tapi mereka hanya bertanya tanpa memberikan solusis yang saya harapkan, yaaa mungkin mereka terlalu sibuk dengan motor dan mobil yang mereka jaga.

    Perjalanan mendorong kuda besi kupun berlanjut, saya memutustakan untuk melewati daerah Proliman berharap ada abang-abang bengkel yang sengaja lembur mencari rupiah, tapi nasib berkata lain saudara. Tepat di utara Proliman ada dua orang Linmas (Hansip) yang sedang berpatroli saya mencoba memanggil untuk mencari bantuan tapi bukanya berhenti mereka justru langsung pergi tanapa menghiraukan saya, yaaa saya hanya bisa  berpikir positive mungkin mereka harus berpatroli lagi.

    Saya sempat berpikir jika yang saya alami ini di alami oleh perempuan apa juga akan sama nasib ya seperti saya ? . Okke balik ke perjalan yang melelahkan ini, sebenarnya selama saya mendorong motor itu banyak orang yang melihat saya tapi mereka seolah sibuk atau sok sibuk dengan urusan pribadinya. Bahkan ada satu kejadian yang membuat saya agak jengkel ketika berada di depan asrama Tentara (PM) di daerah Gilingan ada dua anak muda yang menertawakan saya sambil terus melaju dengan motornya. Dan akhirnya samapailah saya di daerah Ngemplak ada dua orang pemuda yang berasal dari daerah Malabar (Mojosongo) menawarkan saya untuk “memancal” atau mendorong dan saya pun langsung menyambut etika baik mereka dan akhirnya mereka mendorong motor saya tepat di depan gang rumah saya.

    Dan kesimpulan yang bisa saya ambil dari pengamatan yang melibatkan saya sendiri sebagai respondennya adalah saya menyimpulkan bahwa sikap atau rasa empati masyarakat Solo masih kurang. Tapi juga tidak semua masayarakat Solo memiliki ego yang tinggi buktinya ada juga dua pemuda yang rela membuang tenaga dan waktunya untuk membantu orang lain. Sedikit saran saya mulai sekarang berhentilah menutup mata ke dunia luar mulailaha member arti kepada lingkungan mu. 


#Ojo Kesel Tumindak Becik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar