Jargon “Think Globaly, Act Locally” yang menjadi tema
KTT Bumi di Rio De Jenairo pada bulan JUni 1992 silam , segera menjadi jargon
popular untuk mengekspresikan kehendak berlaku ramah pada lingkungan. Sedangkan
di Indonesia sendiri pada tahun 1993 dibentuklah Kementerian Negara Lingkungan
Hidup (Men-LH) dengan Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai menterinya. Isu-isu
tentang polusi, perubahan iklim, penipisan ozon, pengelolahan sumber daya laut
dan air, meluasnya pengundulan hutan, pengurangan dan degradasi tanah,
limbah-limbah bahaya serta penipisan hayati. Sudah sering kita dengar hamper
setiap harinya.
Banyak
sekaliperseorangan atau organisasi
kemanusiaan yang mendedikasikan jiwa raga bahkan hartanya untuk penyelamatan
lingkungan. Di Indonesia sendiripun sudah puluhan atau bahkan ratusan
oraganisasi masa yang berdiri untuk menjaga alam Nusantara ini. Kemunculan
organasi masa di bidang penyelamatan ala mini disebabkan karena semakin
terancamnya keaneragaman hayati di Indonesia mulai dari eksploitasi berlebihan,
pembukaan lahan untuk perkebunan dan lainnya. Banyak sekali perusahaan atau
perseorangan yang tidak peduli dengan lingkungan dan hanya memikirkan
keuntungan semata dari alam tersebut.
Seperti
hal yang baru-baru ini terdengar yaitu tentang eksplorasi Gunung Lawu untuk
pembangkit tenaga listrik. Perlu diketahui bersama pembangkit listrik tenaga
panas bumi atau yang biasa disebut “Geothermal” adalah sebuah energy terbarukan
yang dibuat dengan memanfaatkan energi panas bumi yang terdapat di perut gunung
sebagai sumbernya. Rencana pemanfaatan
panas bumi tersebut akan dikerjakan oleh perusahaan milik Negara PERTAMINA. Dan
akan dilakukan setidaknya tersebar di lima titik lereng Gunung Lawu diantaranya
di Magetan, Karangayar dan Wonogiri.
Banyak
sekali penolakan yang dilakukan oleh para pecinta alam maupun para pendaki
khusunya pendaki di daerah Solo Raya. Banyak sekali aksi yang sengaja di gelar
untuk menolak eksploitasi yang sampai saat ini sudah mencapai proses survey
lokasi tersebut. Para warga terutama yang berada di lereng Lawu khawatir atas
proyek panas bumi yang akan di bangun disekitar mereka tersebut. Mereka khawatir jika kelangsungan kehidupan
mereka akan terganggu atau bahkan terancam dengan kegiatan eksploitasi
tersebut.
Disisi
lain ada yang beranggapan bahwa energy panas bumi ini merupakan langkah baru
untuk sumber listrik. Salah satunya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dia
menyetujui proyek tersebut dengan alasan Gunung Lawu adalah tempat yang potensial untuk pembangkit listrik
dengan daya 165 Mega Wat (MW). Dia berpendapat bahwa energy panas bumi ini bisa
membantu daerah yang selama ini mengalami krisis listrik.
Tapi
langkah Ganjar tersebut mendapat reaksi keras dari masyarakt terutama di daerah
lereng Lawu dan Solo Raya. Masyarakat menyampaikan penolakan tersebut dengan
menggelar berbagai aksi seperti pembentukan suatu LSM, aksi dijalan raya,
pemasangan spanduk dan yang lainnya. Seperti halnya pula aksi yang dilakukan
oleh beberapa pemuda di Kota Solo mereka menggelar aksi di Car Free Day (CFD)
Slamet Riyadi mereka datang dari beberapa latar belakang ada pelajar, mahasiswa
, pegawai swasta tak batas umur dan jenis kelamin dari muda sampai tua . Mereka
membentangkan spanduk dan membawa baliho tentang penolakan eksploitasi Gunung
Lawu, mereka berjalan dari Bunderan Gladak sampai depan PLN Slamet Riyadi.
Para
warga Solo Raya sebenarnya menolak tentang rencana PERTAMINA yang akan mulai
proses eksploitasi sekitar awal 2018 nanti. Tapi apa daya masyarakat yang tak punya wewenang. Para warga berharap
agar DPR dan Bupati dapat mendengar aspirasi warga sekitar. Banyak sekali
harapan para pemuda Lawu agar Gunung Lawu tetap pada pada bentuk awalnya
sebagai pemanis Jawa Tengah.