Apatis atau kita sering
menyebutnya sikap acuh tak acuh atau bahkan kita sering jumpai dalam lingkungan
kita sehari-hari. Sifat inilah yang harus kita hindari jika ingin menjadi
masyarakat yang majemuk atau menjadi masyarakat yang bertoleransi. Terlepas dari itu semua sifat “apatis” juga
sering saya jumpai di lingkungan tempat tinggal saya yaitu di Kota Solo yang
saya cintai. Dan disini saya akan sedikit bercerita tentang exsperimen saya
ketika saya melakukan study tentang bab ini.
Waktu itu menunjukan pukul 1 pagi setelah
saya pulang nongkrong di salah satu mall di daerah Solo Baru saya mengalami
kejadian yang paling saya benci, hehehe. Dalam perjalanan pulang saya menuju
daerah Mojosongo tiba-tiba motor saya mengalami trouble pada mesinnya. Pertama
saya mencoba tenang menghadapi musibah yang amat membuat tegang ini, saya
mencoba mengecek kondisi busi dan karburasi tapi hasilnya nihil.
Dan akhirnya dengan keputusan dan semangat
yang bulat saya mencoba mendorong motor sambil berharap ada orang yang berhati
malaikat yang sudi menolong saya, tapi apa yang saya dan Risma sahabatku (motor
tua itu aku beri nama Risma) yang di dapat
???? NIHILLLLL. Pertama saya mendorong motor melewati depan POLSEK
Banjarsari berharap ada polisi yang pernah menilang saya dulu merasa kasihan
dan iba sehingga menolong saya tapi keadaan sepilah yang saya dapat.
Sebetulnya dari awal saya mendorong motor
juga lumayan banyak orang berseliweran hilir mudik dengan rasah acuh tak mempedulikan
orang lain. Baru sampai di daerah Pasar Legi ada bebreapa tukang parker yang
bertanya tentang keadaan saya dan sahabat saya itu. Tapi mereka hanya bertanya
tanpa memberikan solusis yang saya harapkan, yaaa mungkin mereka terlalu sibuk
dengan motor dan mobil yang mereka jaga.
Perjalanan mendorong kuda besi kupun
berlanjut, saya memutustakan untuk melewati daerah Proliman berharap ada
abang-abang bengkel yang sengaja lembur mencari rupiah, tapi nasib berkata lain
saudara. Tepat di utara Proliman ada dua orang Linmas (Hansip) yang sedang
berpatroli saya mencoba memanggil untuk mencari bantuan tapi bukanya berhenti
mereka justru langsung pergi tanapa menghiraukan saya, yaaa saya hanya
bisa berpikir positive mungkin mereka
harus berpatroli lagi.
Saya sempat berpikir jika yang saya alami
ini di alami oleh perempuan apa juga akan sama nasib ya seperti saya ? . Okke
balik ke perjalan yang melelahkan ini, sebenarnya selama saya mendorong motor
itu banyak orang yang melihat saya tapi mereka seolah sibuk atau sok sibuk
dengan urusan pribadinya. Bahkan ada satu kejadian yang membuat saya agak
jengkel ketika berada di depan asrama Tentara (PM) di daerah Gilingan ada dua
anak muda yang menertawakan saya sambil terus melaju dengan motornya. Dan
akhirnya samapailah saya di daerah Ngemplak ada dua orang pemuda yang berasal
dari daerah Malabar (Mojosongo) menawarkan saya untuk “memancal” atau mendorong
dan saya pun langsung menyambut etika baik mereka dan akhirnya mereka mendorong
motor saya tepat di depan gang rumah saya.
Dan kesimpulan yang bisa saya ambil dari
pengamatan yang melibatkan saya sendiri sebagai respondennya adalah saya
menyimpulkan bahwa sikap atau rasa empati masyarakat Solo masih kurang. Tapi
juga tidak semua masayarakat Solo memiliki ego yang tinggi buktinya ada juga
dua pemuda yang rela membuang tenaga dan waktunya untuk membantu orang lain.
Sedikit saran saya mulai sekarang berhentilah menutup mata ke dunia luar
mulailaha member arti kepada lingkungan mu.
#Ojo
Kesel Tumindak Becik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar